Bagi anda yang terlahir era tahun 60 an pasti tahu sebuah usaha start
up pertama di Indonesia memproduksi mi instan dengan merk Supermi.
Walaupun saat itu perusahaan tersebut sedikit ada keraguan karena
masyarakat Indonesia sebagian besar budayanya mengkonsumsi nasi beda
dengan negara cina yang mayoritas penduduknya memang mengkonsumsi mi.
Tentu
saja anda pasti dapat menebak, siapa pengusaha yang menjadi start up
produksi mi instan pada masa itu. Pada era masyarakat Indonesia
sebagian besar masih tergolong miskin yang dapat mengkonsumsi produk mi
instan tersebut justru golongan menengah keatas. Namun dengan perjalanan
waktu pruduk mi instan saat ini cukup erat labeling dengan masyarakat
kurang mampu.
Sebagai mi instan pertama brand Supermi
cukup kuat dan di terima masyarakat, popularitasnya mulai tergeser
setelah meluncur produk dengan brand Indomie yang di produksi oleh
perusahaan besar yang tumbuh pada awal era konglomerasi. Perusahaan ini
bukan saja mampu menggeser nama popularitas supermi yang sudah melekat
pada istilah mi instan namun Indomie mampu mendistribusikan cukup luas
dan menguasai pasar Indonesia serta mampu menguasai produk mulai hulu
sampai hilir pembuatan mie instan, perusahan juga mampu memproteksi diri
dari pesaing yang coba-coba masuk di bisnis makanan jenis mi instan
ini. Dengan kemampuan tersebut nyaris masa itu tidak ada pesaing yang
bisa masuk dan Indomie adalah perusahaan mempunyai market / pasar paling
besar di Republik ini dan nomer 2 (dua) adalah Supermi. Kemudian
bagaimana dengan mie Sedaap ???
Tidak bisa di pungkiri
keberhasilan mie Sedaap mampu menggeser Supermi yang urutan kedua dalam
penguasaan pasar mie instan di samping keberhasilan aspek manajemen juga
karena aspek politik. Runtuhnya masa orde baru yang menciptakan
konglomerasi monopoli dengan adanya reformasi akhirnya tercipta istilah
persaingan pasar bebas. Negara mulai hadir untuk mengawasi perusahaan
yang terindikasi melakukan praktek monopoli dalam menjalankan bisnisnya
akan mendapatkan sanksi yang cukup besar dan berat konsekwensinya.
Wingsfood
perusahaan yang menciptakan dan memproduksi mie Sedaap tentu saja
menangkap peluang itu, mereka yakin dengan bergantinya sebuah rezim dan
perubahan situasi politik pangsa pasar mi instan 90% dikuasai Indome di
Indonesia yang sudah cukup lama akan mampu diambil peluang penguasaan
pasar antara 20% hingga 25% walaupun itu sebuah perjuangan yang sangat
berat dan sedikit gambling atau spekulasi dengan dana yang cukup besar.
Konstelasi pemilu di Indonesia saat ini sebenarnya sama dengan bisnis mi instan, kok bisa begitu...?
Runtuhnya
orde baru sudah di prediksi oleh PDI Perjuangan yang di komandani
Megawati. Pangsa pasar pemilu 90% di kuasai oleh Golkar sebagai partai
penguasa masa itu selama 32 tahun akan turut berdampak. Kehebatan
Megawati mendongkrak pasar partainya yang di labeling oleh sisa-sisa
rezim orba dari segi gender dan mem blow up sisi kelemahannya baik dari
segi pendidikan formal, kemampuan bicara dan kapasitas
intelektualitasnya tidak mampu terbendung.
Partai PDI
Perjuangan saat ini tingkat elektabilitasnya adalah pada urutan pertama
dan kedua baru GOLKAR. Peranan Megawati disini sangat besar sekali
sebagai king maker, beliau sadar bahwa sebagai anak biologis tokoh
pendiri bangsa Soekarno bukanlah satu-satunya bisa menaikkan tingkat
elektabilitasnya agar partai tetap eksis dengan stigma yang juga melekat
pada dirinya.
Megawati memasukkan unsur manajemen profesional
dalam mengelola partai hal itu dapat dilihat dari kemampuan
mengorganisir dan pengambilan keputusan serta strtegi yang dilakukannya.
Kalau
dulu PDI perjuangan di labeling dengan tingkat yang rendah sumber daya
internal pengurus partainya, namun sekarang justru berubah stigma itu
karena PDI Perjuangan mampu sebagai icon perubahan dengan melahirkan
para kader pemimpin bangsa paling bersih dan inovasi serta kreatif.
Partai
PDI Perjuangan juga sulit untuk digembosi, walau banyak yang merasa
pakar di bidang politik dan ekonomi meninggalkannya dan justru
menghantam dari luar namun partai tidak merasa goyah, , ini membuktikan
bahwa Megawati bukan sosok pemimpin biasa. Kemampuan intelektualitas dan
pengalaman menahkodai partai besar sudah teruji hal itu membuktikan
beliau seorang pemimpin diatas rata-rata dan mampu mengaplikasikan
manajemen dengan profesional di partainya.
PRABOWO VS JOKOWI
Pertarungan peserta pemilu Presiden saat ini sama seperti pertarungan
Indomie VS mie Sedaap,
Prabowo merupakan produk masa orba, yang punya akses dan penguasaan
brand secara monopoli waktu itu sebagai manusia yang intelektualitas
tinggi, rissing star dan penguasaan materi yang cukup besar masih mampu
menjadikan perhatian masyarakat yang suka barang brandid mungkin cocok
kalau di ibaratkan Indomie.
Jokowi merupakan pemimpin
yang lahir dari partai pendobrak PDI Perjuangan, walaupun pada pemilu
periode lalu telah mengalahkan Prabowo dengan kemenangan tipis namun
seperti mie Sedaap sudah merupakan kalkulasi awal untuk melancarkan
strategi berikutnya dengan aspek manajemen yang profesional dalam meraih
pasar, bahkan yang lebih tragis lagi partai besar kedua saat ini yang
dulunya merupakan pendukung Prabowo beralih mendukung Jokowi. Persaingan
pasar bebas dan perubahan peta politik merupakan modal besar bagi mie
Sedaap untuk lebih percaya diri dalam meraih pasar berikutnya. Sama
seperti Megawati, labelling kapasitas dan intelektualitas sebagai sisi
kelemahan Jokowi di blowup sedemikian rupa tidak lagi dapat membendung
brand Jokowi yang telah melakukan banyak hal perubahan di Indonesia saat
ini dan tentu saja peluang untuk lebih pecaya diri semakin kuat.
Dengan demikian kesimpulannya maka kita serahkan pada masyarakat, mana yang lebih nikmat Indomie atau mie Sedaap....???
0 Komentar