Saya heran akhir-akhir ini para elit politik yang ber-seberangan dengan pemerintah pada umumnya atau partai oposisi pada khususnya hanya melontarkan isu-isu yang hanya retorika belaka bahkan cenderung phobia. Tidak ada terdengar suatu yang riil yang di dengungkan dengan pertimbangan kalkulasi ekonomi atau perubahan kebijakan khusus yang akan dilakukan apabila di dukung rakyat melawan kelemahan pemerintahan saat ini dengan sebuah gagasan atau janji untuk melebihi prestasi pemerintah yang sedang berkuasa. Nggak perlu takut di contek kan pemilihan umum sudah dekat, kalau gagasan itu memang baik dan walaupun kalah dalam pemilu nantinya di aplikasikan oleh lawan sebagai pemenang berarti merupakan kemenangan dalam memberikan sesuatu yang terbaik dalam ikut berpartisipasi membangun negeri ini.
Sekali lagi saya sangat bingung dengan perilaku elit politik saat ini. Kesannya isu yang di pakai hanya untuk menyerang kekuasaan tanpa konstribusi mendidik rakyat bahkan cenderung menebarkan virus kebencian untuk berperan menumbangkan kekuasan tanpa arah yang jelas Indonesia mau di bawa kemana dengan cara bagaimana untuk mewujudkan kemakmuran, kesejahteran dan keadilan Indonesia, seperti masa reformasi dulu.
Coba lihat isu yang di bangun adanya kebangkitan PKI, kalau para pemimpin kita dan rakyat dahulu sudah bisa menumpas PKI sampai ke akarnya dan melarang keberadaan partai komunis dalam konstitusi negara ya sudah selesai mengapa masih phobia. Kenapa kok nggak phobia sekalian sama Belanda, Jepang atau Inggris sekalian yang pernah menjajah kita.
Kemudian buat isu lagi akan terjadi masuknya cina ke Indonesia, ini sangat lucu sekali. Bukankah dulu saat orba sudah terjadi Soeharto telah memberikan konstribusi kepada pengusaha cina sehingga memegang peran industri-industri strategis yang menghasilkan kebutuhan dasar rakyat Indonesia sehingga merajai perekonomian Indonesia dan tentu saja mereka berkembang biak. Lalu mengapa saat pasca reformasi kalian diam saja negeri ini tanpa perubahan dan hanya terlena dengan bagi-bagi kekuasaan. Mengapa seolah semua itu akibat pemerintahan saat ini, sungguh naif sekali kalau masyarakat dianggap bodoh.
Setelah kedua isu itu tidak dapat maksimal di mainkan lagi seolah pemerintah saat ini gemar hutang. Maka kembali berusaha untuk mempengaruhi masyarakat bahwa pemerintah saat ini telah membebani hutang negara sebesar 4,3 miliar dollar US, tentu saja mayoritas rakyat yang kemampuan literasi nya masih jauh di bawah standar gampang untuk di mainkan dengan isu ini.
Saya asumsikan kalau anda sebagai CEO perusahaan mewarisi hutang yang relatif besar namun omzet penjualan masih dapat mengatasi pembayaran bunga dan cicilannya serta mempunyai potensi untuk mendongkrak penjualan maka perusahaan anda masih di percaya atau tidak oleh kreditur, produsen barang atau investor? Kemudian dengan cara apa langkah CEO dalam mendongkrak penjualan? " pastinya dengan menaikkan kapasitas produksi".
Pertanyaan berikutnya , " Darimana pembiayaan untuk menaikkan kapasitas produksi? ".
Apakah harus stop hutang dan menunggu komulatif dari hasil keuntungan, sedangkan perusahaan harus berhadapan dengan peluang dan bersaing dengan kompetitor.
Tentu saja cara yang cepat adalah menambah hutang dengan mempertimbangkan rasio keuangan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek , menengah dan panjang.
Jadi pemerintah saat ini pada tahun 2014 sudah terbebani dengan hutang kurang lebih 2600 triliun dengan pencapaian banyak proyek mangkrak dan keuangan dihisap oleh para koruptor di berbagai bidang sedangkan pertumbuhan ekonomi sebesar kurang lebih 5% dan defisit transaksi pembayaran sebesar 6,2miliar dollar (AS) setara dengan rasio sebesar 2,81% PDB serta kondisi ekonomi global dalam keadaan melemah.
Sedangkan pencapaian pemerintah saat ini akhir tahun 2017 hutang bertambah menjadi kurang lebih 4300 triliun dengan pencapaian banyak proyek infrastuktur, pemberantasan korupsi, pengurangan subsidi, pemberantasan ilegal fishing, ilegal mining dan pemberantasan mafia migas dan sebagainya.
Pertumbuhan ekonomi sebesar kurang lebih 5,02% dan defisit transaksi pembayaran sebesar Rp 3,64 triliun setara dengan ratio sebesar 1,9% PDB serta kondisi ekonomi global masih dalam kondisi masih lesu.
Kalau data diatas diperbandingkan sebagai orang awam saya sangat tahu kondisi saat ini pastinya lebih baik dengan masa lalu sedangkan faktor hutang adalah sesuatu yang tidak mungkin dikurangi dan tentu saja penambahan hutang masih tetap dalam kontrol rasio yang harus di jaga sepanjang faktor-faktor yang mempengaruhinya masih baik di mata investor dengan potensi atau prestasi yang telah dicapai. Ambang batas defisit pembayaran suatu negara masih di percaya oleh investor luar negeri adalah 3% dari PDB, jadi pemerintah saat ini telah mampu menurunkan prosentase tersebut di bandingkan saat 2014 yang telah menembus angka 3% yang artinya investor percaya pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang masih sangat menjanjikan.
Yang kita takutkan adalah isu terakhir yang di mainkan ialah isu sara agar terjadi konflik dalam skala besar, memang celah itu agak sulit sepanjang netralitas TNI dan POLRI semakin sinergi. Pengalaman konflik DKI telah membuktikan bahwa pemerintah dapat mengatasinya.
Jadi kesimpulan saya, para elit politik dan oposisi hanya bisa memainkan isu phobia tanpa membawa visi dan misi yang jelas peranannya dalam mendidik rakyat apalagi akan membawa perubahan yang signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan, keadilan dan kedaulatan bangsa Indonesia.
Reformasi adalah sebuah pengalaman dalam menumbangkan sebuah rezim, namun tanpa banyak perubahan yang dilakukan. Sedangkan untuk pemerintah saat ini yang di mata masyarakat diakui atas hasil kerja nyatanya dengan alasan apa cara mengalahkannya ?
0 Komentar