IG

Header Ads
#

Under Cover apa tujuan Pilpres...??????


Pemilu kali ini sangat lain suasananya dengan pemilu-pemilu sebelumnya, para elit politik beradu strategi untuk saling menjatuhkan bahkan semua media dilibatkan untuk mendapatkan berita yang provokatif, black campaign, negatif campaign serta hoax.

Mengingat begitu gencarnya serangan 2(dua) kubu untuk mendapatkan dukungan masyarakat maka tidak heran selama hampir 8(delapan) bulan setiap hari kita disuguhkan dengan berita-berita provokatif untuk saling menjatuhkan lawan politik.

Menjadi semakin masif karena calon penantang Capres adalah mantan jendral dan ketua pemenangan juga seorang jendral bahkan semua lini di gerakkan untuk bersuara keras bagi opsisi, ada pimpinan DPR, pengamat politik,ekonomi dan para mantan menteri kabinet, ulama, artis dan lainnya untuk ring dalam. Tentu saja lebih banyak ring luar sebagai corong atau buzzer agar segala sesuatu yang bisa menjadi berita yang heboh dan viral di media sosial dan media masa.

Bagi sebagian masyarakat ada yang bisa percaya dengan propaganda dan berita provokatif tersebut dan ada juga sebagian besar yang tidak bisa menerimanya. Namun yang berbeda kali ini dengan pemilu-pemilu yang lalu seolah-olah mulai dari awal hingga proses pemilu sudah ada konsep narasi berita atau topik berita yang di bangun atau di framming sedemikian rupa seperti film action bertema perebutan kekuasaan dari awal pencalonan presiden hingga akhir pemilu ada pergeseran narasi yang di bentuk dan dibuat untuk masyarakat terus mengikutinya dan memperhatikan dengan berharap ada yang bisa terpengaruh dengan info tersebut.

Saya hanya mengupas beberapa informasi berita yang penting untuk di analisa karena untuk sebagian besar berita yang lain mungkin sudah biasa dalam pemilu di Indonesia.
Awalnya dipakai dulu untuk menarik perhatian masyarakat dengan peran ulama sebagai legitimasi, kalau dulu calon presiden hanya perlu dukungan ulama kharismatik dan senior dari Nahdlatul Ulama (NU)  atau Muhammadiyah. Sekarang sudah berbeda, calon penantang atau oposisi mempunyai dukungan dari ijtima ulama yang ulamanya dalam beberapa wadah organisasi yang nggak perlu saya sebut takut salah dan petahana jelas mendapatkan dukungan dari Nahdlatul Ulama. Dari sini saja sudah jelas ada sesuatu yang baru peta politik di Indonesia, sepertinya ada kesan bahwa sekarang islam di Indonesia bukan diwakili oleh 2 organisasi besar yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah namun sudah ada lagi kekuatan organisasi Islam baru yaitu representasi dari tokoh-tokoh ulama yang sering kumpul di Monas dengan klaim berjuta-juta pengikutnya bahkan berusaha untuk melahirkan seorang imam besar islam Indonesia. 

Kemudian penyelenggara pemilu sebelumnya sudah dikondisikan sedemikian rupa yang dulu juga tidak sampai seperti sekarang, seolah dengan pemilu yang serentak pileg dan pilpres yang baru pertama kali diselenggarakan merupakan amunisi utama untuk mendelegitimasi bahwa nantinya KPU curang dan pro petahana.

Berita yang ketiga terkait informasi dukungan para jenderal TNI di kedua kubu baik oposisi maupun petahana yang mengedepankan kwantitas atau jumlah mantan jendral yang mendukungnya hal ini juga baru dari pemilu sebelumnya.

Yang terakhir sangat berbeda juga dari sebelumnya adalah sepinya demo-demo besar dari mahasiswa dan buruh seperti kebiasaan menjelang pemilu sehingga perlu teriakan people power dari tokoh elite nasional senior yang juga dalam barisan ulama monas  berpihak pada oposisi untuk memancing elemen mahasiswa dan buruh yang dulu sebagai pemain utama dalam mengawali proses pemilu. 

Kalau dilihat dari 4 hal berita atau informasi yang perlu di analisa secara mendasar seperti saya uraikan diatas sepertinya ini sudah bukan pilpres lagi tapi ada peran ideologi yang diperjuangkan dan perang intelijen yang dipermainkan terkait dengan pembocoran informasi dari internal kedua kubu yang disebarkan di media. Tentu saja kita tunggu episiode berikutnya karena kalau sudah demikian ceritanya bisa panjang.
Bagiamana pendapat anda...

 





Posting Komentar

0 Komentar